Oleh
Tazbhy
Friday, August 29, 2014
Bagikan :
Pengertian Tauhid Dan Macam Macam Tauhid
Tauhid menurut bahasa adalah meng-Esakan. Sedangkan
menurut syariat adalah meyakini keesaan Allah. Adapun yang disebut ilmu tauhid
adalah ilmu yang membicarakan tentang akidah atau kepercayaan kepada Allah
dengan didasarkan pada dalil-dalil yang benar. Tidak ada yang menyamainya dan
tak ada padanan bagi-Nya. Mustahil ada yang mampu menyamai-Nya. Dalilnya dari
firman-firman Allah, di samping dalil-dalil aqliyah :
“Dia adalah Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan
bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang
ternak pasangan-pasangan pula, dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan
itu. Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat”.
(QS
42:11)
Seluruh alam semesta ini diciptakan oleh Allah, dan
tidak ada pelaku yang bertindak sendiri dan merdeka sepenuhnya selain Allah.
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah
(ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Urgensi Tauhid: Seorang hamba meyakini dan mengakui
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan
rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha Pencipta, Maha Pengatur alam semesta.
Hanya Dia lah yang berhak disembah, tiada sekutu bagiNya. Dan setiap yang
disembah selain-Nya adalah batil. Sesungguhnya Dia Subhanahu wa Ta’ala bersifat
dengan segala sifat kesempurnaan, Maha Suci dari segala aib dan kekurangan. Dia
Subhanahu wa Ta’ala mempunyai nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi.
2. Pembagian Tauhid
Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan
kitab-kitab karenanya ada dua:
Pertama: Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan
dinamakan dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan
hakekat zat Rabb Subhanahu wa Ta’ala dan mentauhidkan (mengesakan) Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan asma (nama), sifat, dan perbuatan-Nya.
Pengertiannya: seorang hamba meyakini dan mengakui
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala sematalah Rabb yang Menciptakan, Memiliki,
Membolak-balikan, Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma dan
Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang
Meliputi segala sesuatu, di Tangan-Nya kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Dia Subhanahu wa Ta’ala mempunyai asma’ (nama-nama) yang indah dan
sifat yang tinggi: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura’:11)
Kedua: Tauhid dalam tujuan dan permintaan/permohonan,
dinamakan tauhid uluhiyah dan ibadah, yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan semua jenis ibadah, seperti: doa, shalat, takut, mengharap, dan
lain-lain.
Pengertiannya: Seorang hamba meyakini dan mengakui
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala saja yang memiliki hak uluhiyah terhadap semua
makhlukNya. Hanya Dia Subhanahu wa Ta’ala yang berhak untuk disembah, bukan
yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari
jenis ibadah seperti: berdoa, shalat, meminta tolong, tawakkal, takut,
mengharap, menyembelih, bernazar dan semisalnya melainkan hanya untuk Allah
Subhanahu wa Ta’ala semata. Siapa yang memalingkan sebagian dari ibadah ini
kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia adalah seorang musyrik lagi
kafir. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Siapa menyembah ilah yang lain selain Allah Subhanahu
wa Ta’ala, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka
sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang
kafir itu tidak akan beruntung.” (QS. Al-Mukminun:117)
Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia
mengingkari tauhid ini. Oleh sebab itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus
para rasul kepada umat manusia, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar
mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja dan meninggalkan ibadah
kepada selain-Nya.
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya:”Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak)
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al-Anbiya` :25)
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah Subhanahu wa Ta’ala (saja),
dan jauhilah Thaghut itu”, (QS. An-Nahl
:36)erbuat baik kepada sesamanya.
MACAM-MACAM TAUHID
1. Tauhid
Rububiyah.
Tauhid Rububiyah yaitu mengesakan Allah dalam segala
perbuatan-Nya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap
makhluk-Nya. Dan alam semesta ini diatur oleh Mudabbir (Pengelola), Pengendali
Tunggal, Tak disekutui oleh siapa dan apapun dalam pengelolaan-Nya. Allah
menciptakan semua makhluk-Nya di atas fitrah pengakuan terhadap rububiyah-Nya.
Bahkan orang-orang musrik yang menyekutukan Allah dalam ibadahnya juga mengakui
keesaan rububiyah-Nya. Jadi jenis tauhid ini diakui semua orang. Bahkan hati
manusia sudah difitrahkan untuk mengakui-Nya, melebihi fitrah pengakuan
terhadap yang lainnya. Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah
Fir’aun. Namun demikian di hatinya masih tetap meyakini-Nya.
Alam semesta dan fitrahnya tunduk dan patuh kepada
Allah. Sesungguhnya alam semesta ini (langit, bumu, planet, bintang, hewan,
pepohonan, daratan, lautan, malaikat, serta manusia) seluruhnya tunduk dan
patuh akan kekuasaan Allah. Tidak satupun makhluk yang mengingkari-Nya. Semua
menjalankan tugas dan perannya masing-masing, serta berjalan menurut aturan
yang sangat sempurna. Penciptanya sama sekali tidak mempunyai sifat kurang,
lemah, dan cacat. Tidak satupun dari makhluk ini yang keluar dari kehendak,
takdir, dan qadha’-Nya. Tidak ada daya dan upaya kecuali atas izin Allah. Dia
adalah Pencipta dan Penguasa alam, semua adalah milik-Nya. Semua adalah
ciptaan-Nya, diatur, diciptakan, diberi fitrah, membutuhkan, dan
dikendalikan-Nya.
Allah Ta’ala
berfirman
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (Q.S.
Al-Fatihah : 1)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Engkau adalah Rabb di langit dan di bumi” (Mutafaqqun ‘Alaih)
Tauhid Rububiyah mengharuskan adanya Tauhid Uluhiyah.
Hal ini berarti siapa yang mengakui tauhid rububiyah untuk Allah, dengan
mengimani tidak ada pencipta, pemberi rizki, dan pengatur alam kecuali Allah,
maka ia harus mengakui bahwa tidak ada yang berhak menerima ibadah dengan
segala macamnya kecuali Allah. Dan itulah yang disebut Tauhid Uluhiyah. Jadi
tauhid rububiyah adalah bukti wajibnya tauhid uluhiyah. Jalan fitri untuk
menetapkan tauhid uluhiyah adalah berdasarkan tauhid rububiyah. Maka tauhid
rububiyah adalah pintu gerbang dari tauhid uluhiyah.
2. Tauhid
Uluhiyah.
Tauhid Uluhiyah yaitu ibadah. Tauhid Uluhiyah adalah
mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang
disyariatkan seperti doa, nadzar, kurban, raja’ (pengharapan), takut, tawakal,
raghbah (senang), rahbah (takut), dan inabah (kembali atau taubat). Dan jenis
tauhid ini adalah inti dakwah para rasul. Disebut demikian, karena tauhid
uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh nama-Nya, “Allah” yang
artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah), dan juga karena tauhid uluhiyah
merupakan pondasi dan asas tempat dibangunnya seluruh amal. Juga disebut
sebagai tauhid ibadah karena ubudiyah adalah sifat ‘abd (makhluknya) yang wajib
menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah : 163)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Maka
hendaklah apa yang kamu dakwahkan kepada mereka pertama kali adalah syahadat
bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah” (Mutafaqqun ‘Alaih).
Dalam riwayat Imam Bukhari,“Sampai mereka mentauhidkan Allah”.
Manusia ditentukan oleh tingkatan din. Din sendiri
berarti ketaatan. Di bawah ini adalah tingkatan din :
· Islam
Islam menurut bahasa adalah masuk dalam kedamaian.
Sedangkan menurut syara’, Islam berarti pasrah kepada Allah, bertauhid dan
tunduk kepada-Nya, taat, dan membebaskan
diri dari syirik dan pengikutnya.
· Iman
Iman menurut bahasa berarti membenarkan disertai
percaya dan amanah. Sedangkan menurut syara’, iman berarti pernyataan dengan
lisan, keyakinan dalam hati, dan perbuatan dengan anggota badan.
· Ihsan
Ihsan menurut bahasa berarti kebaikan, yakni segala
sesuatu yang menyenangkan dan terpuji. Sedangkan menurut syara’ adalah
sebagaimana yang dijelaskan oleh baginda Nabi yang artinya “Engkau menyembah
Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bias melihay-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Taimiyah berkata “Ihsan itu mengandung
kesempurnaan ikhlas kepada Allah dan perbuatan baik yang dicintai oleh Allah”.
Rasulullah menjadikan din itu adalah Islam, Iman, dan
Ihsan. Maka jelaslah bahwa din itu bertingkat, dan sebagian tingkatannya lebih
tinggi dari yang lainnya. Tingkatan yang pertama adalah Islam, tingkatan yang
kedua adalah Iman, dan tingkatan yang paling tinggi adalah Ihsan.
3. Tauhid
Asma’ Wa Sifat.
Tauhid Asma’ Wa Sifat yaitu beriman kepada nama-nama
Allah dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang diterangkan dalam Al Qur’an dan
Sunah Rasul-Nya. Maka barang siapa yang mengingkari nama-nama-Nya dan
sifat-sifat-Nya atau menamai Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan
sifat-sifat makhluk-Nya atau menakwilkan dari maknanya yang benar, maka dia
telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan Rasulnya.
Allah Ta’ala berfirman
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. Asy-Syuura : 11)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Allah tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam” (Mutafaqqun
‘Alaih). Di sini turunnya Allah tidak sama dengan turunnya makhluk-Nya, namun
turunnya Allah sesuai dengan kebesaran dan keagungan dzat Allah.
Sifat-sifat Allah dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
· Sifat
Dzatiyah
Sifat Dzatiyah yaitu sifat yang senantiasa melekat
dengan-Nya. Sifat ini berpisah dengan dzat-Nya. Seperti berilmu, kuasa atau
mampu, mendengar, bijaksana, melihat, dll.
· Sifat
Fi’liyah
Sifat Fi’liyah adalah sifat yang Dia perbuat jika
berkehendak. Seperti bersemayam di atas ‘Arasy, turun ke langit dunia ketika
tinggal sepertiga akhir malam, dan dating pada Hari Kiamat.
Tauhid asma’ wa sifat ini juga berpengaruh dalam
bermuamalah dengan Allah. Di bawah ini contoh-contohnya :
· Jika
seseorang mengetahui asma’ dan sifat-Nya, juga mengetahui arti dan maksudnya
secara benar maka yang demikian itu akan memperkenalkannya dengan Rabbnya
beserta keagungan-Nya. Sehingga ia tunduk, patuh, dan khusyu’ kepada-Nya, takut
dan mengharapkan-Nya, serta bertawassul kepada-Nya.
· Jika
ia mengetahui jika Rabbnya sangat dahsyat azab-Nya maka hal itu akan membuatnya
merasa diawasi Allah, takut, dan menjauhi maksiat terhadap-Nya.
· Jika
ia mengetahui bahwa Allah Maha Pengampun, Penyayang, dan Bijaksana maka hal itu
akan membawanya kepada taubat dan istighfar, juga membuatnya bersangka baik
kepada Rabbnya dan tidak akan berputus asa dari rahmat-Nya.
·
Teknik Meningkatkan Bertauhid
Ulama yang telah merealisasikan makna-makna tauhid
dalam jiwa dan raganya membagi tauhid dari sudut praktis kepada 3 tahapan:
Tauhid Imani
Adalah pembenaran hati (tasdiq) terhadap ke-Esaan
Allah melalui Alqura’an dan Hadis, serta pengakuan lisan (1qrar). Konsekwensi
dari tasdiq dan iqrar ini si pemilik tauhid ini akan terbebas dari penyakit
syirik yang nyata (jaliy), penyembahan selain Allah SWT, masuk ke garis muslim,
tidak abadi di neraka, dan termasuk kepada golongan orang-orang beriman. Tauhid
dasar ini sama dimiliki oleh semua umat Islam yang beriman alim atau awam,
pendosa atau orang-orang soleh dan para aulia. Akan tetapi orang-orang Arif
billah (mengenal Allah) tauhidnya beberapa tingkat lebih maju dari mereka.
Cahaya tauhid ini di dalam hati pemiliknya umpama sinar bintang-bintang di
langit di malam gelap gulita.
Tauhid
Yaqini
Tauhid yang diperoleh melalui keyakinan hati, bahwa
tidak ada sebuah wujud hakikat, dan tidak ada pelaku serta pemberi pengaruh
mutlaq dalam jagad raya ini melainkan Dzat Allah Yang Maha Suci. Semua dzat,
sifat-sifat dan perbuatan di alam raya ini cerminan dari Dzat, Sifat dan
Perbuatan Allah SWT.
Tauhid ini adalah sebuah langkah kedua dari kemajuan
tauhid dasar di atas yang tumbuh dalam hati orang beriman, si pemilik tauhid
ini akan merasakan (dzauq) banyak kegembiraan terhadap kemajuan hatinya, oleh
karena ia senantiasa melakukan sesuatu amal sesuai dengan tuntunana ilmu
syari’ah dan terbebas dari pandangan dan ketergantungan kepada hubungan sebab
akibat dan perantara (ikhlas), sehingga konsekwensi dari tauhid ini ia terbebas
dari sebagian syirik khafi (syirik yang sangat halus), umpama bulan purnama
yang terang benerang menyinari bumi ini, demikianlah kira-kira ilustrasi cahaya
tauhid ini di hati si pemiliknya.
Tauhid Haali
“Hal” adalah istilah untuk sebuah kedudukan spiritual
seseorang yang menduduki puncak tauhid yang paling tinggi sehingga menimbulkan
apresiasi sifat-sifat mulai dari sumber hati yang penuh dengan cahaya hak.
Pemilik tauhid ini sering dikenal sebagai para wali Allah, ‘arif billah,
muqarrabiin, atau orang-orang Siddiqin.
Sumber tauhid ini muncul dari jiwa yang musyahadah
kepada Allah SWT, cahanya menyinari jiwa raga dan kehidupan di sekelilingnya
umpama sinar mentari yang menembus semua sisi gelap di semua penjuru. Sehingga
si pemilik tauhid ini harus merasakan penanganan Allah SWT terhadap dirinya,
segala gerak-gerik dan kemauannya telah senantiasa ia sesuaikan dengan iradah
Penciptanya lahir dan bathin, ia betul-betul telah mengalami tingkat
kepercayaan (tsiqah) dan kepasrahan (tawakal) yang sangat tinggi dalam seluruh
kehidupannya. Maka tidak ayal lagi orang ini telah betul-betul mendapatkan
ketentraman jiwa yang sangat mapan, umpama gunung tinggi yang tak bergeming
meskipun diterpa topan dan goncangan bumi apapun.
Teknik untuk meningkatkan bertauhid dapat kita raih
dengan banyak cara. Cara meningkatkan tauhid antara orang yang satu dengan yang
lain berbeda-beda, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.
Ada 2 (dua) cara bertauhid yang kita peroleh, yakni :
Tauhid
Mutakallimin
Yakni bertauhid dengan jalan mengambil dalil naqli dan
aqli, mempelajari sifat-sifat yang wajib, mustahil, dan harus bagi Allah. Di
kalangan awam ilmu tauhid ini disebut sifat 20.
Tauhid
Mutasawwifin
Yakni bertauhid dengan jalan mengamalkan ilmu tasawuf.
Para ulama tasawuf mengatakan tidak akan berhasil tasawuf tanpa mengamalkan
suatu thariqat.
Realisasi dari teknik meningkatkan bertauhid ini, kita
harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Mentadaburi
Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad, dengan mentadaburi al-qur’an kita semakin faham
tentang makna tauhid kepada Alloh.
Memaknai
kehidupan yang ada disekitar kita.
Mempelajari
ilmu syari’at sekaligus mengamlkannya sesuai dengan Alqur’an dan Sunnah
Bertauladan,
bercermin kepada orang-orang soleh serta menimba pengalaman spiritual mereka.
Melakukan
mujahadah untuk mendirikan dominasi iradah kebaikan terhadap iradah keburukan
atau menjauhi karakter buruk mejadi akhlak mulia, dan menumbuhkan rasa
pengawasan (muraqabah) Allah dalam diri kita, ntuk meningkat tauhid imani ini
kepada tauhid yaqini.
Berdzikir
kepada Allah SWT senantiasa, sehingga istiqamah dalam taqwa Allah dan mendapat
musyahadah kepada-NYA, demi mencapai tauhid haly .
Sesungguhnya, termasuk yang penting bagi seorang
pencari kebenaran, sebelum mempelajari sisi-sisi tauhid yang rinci dan
mendetail dari Asma’ dan Sifat, hendaklah ia mengerti pentingnya tauhid ini,
kedudukan, peranannya secara khusus dan dalam seluruh sisi agama ini secara
umum.
Pembentukan pemahaman tentang penting dan agungnya
kedudukan tauhid Asma' wa Sifat dalam benak seorang muslim, dengan izin Allah,
manfaatnya akan kembali kepada diri seorang muslim dalam mengimani Allah Azza
wa Jalla. Sehingga dapat menekuni sisi ini sesuai dengan proporsi kepentingan
yang semestinya. Demikian pula dapat menambah kesenangannya untuk mempelajari,
menekuni dan membahas masalah Asma' wa Sifat dengan segala cabangcabangnya,
dimana seorang pencari kebenaran yang bersemangat meningkatkan ilmunya yang
bermanfaat, tidak dapat mengabaikan persoalan tauhid Asma' wa Sifat.
Hanya saja sangat disesalkan, sebagian orang mempunyai
pandangan meremehkan ketika melihat urgensi dan kedudukan tauhid ini. Mereka
menyangka bahwa membahas masalah ini, tidak lebih dari (sekedar) menyebutkan
perbedaan pendapat yang saling bertentangan tentang mana di antara nama dan
sifat-sifat Allah yang di akui adanya atau tidak diakui. (Menurut mereka),
perkaranya tidak melebihi hal itu dan tidak akan keluar darinya.
Perkataan dan pendapat demikian tidak akan lahir,
kecuali dari salah satu di antara dua jenis manusia. Mungkin dari orang bodoh
(jahil) yang tidak mengetahui bahwa dalam pembahasan ini terdapat
masalah-masalah bermanfaat dan memiliki tingkat kepentingan yang untuk memahami
permasalahannya tidak bisa diabaikan oleh seorang muslim.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Media Pembelajaran
Tag :
Makalah Pendidikan,
Pendidikan
0 Komentar untuk "Pengertian Tauhid Dan Macam Macam Tauhid"