Oleh
Tazbhy
Friday, August 29, 2014
Bagikan :
B. RUMUSAN MASALAH
A. KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembahasan mengenai Tauhid merupakan
hal yang paling urgen dalam Agama Islam, dimana Tauhid mengambil peranan
penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti
atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikanal dengan
kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu
masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan
kalimat tersebut dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu.
Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi.
Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami
paparkan adalah sbb:
1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?
2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?
1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?
2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?
C. TUJUAN
PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di
atas maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid
1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid
BAB II
ISI PEMBAHASAN
A. Pengertian Tauhid
Tauhid merupakan masdar/kata benda
dari kata yang berasal dari bahasa arab yaitu “wahhada-yuwahhidu-tauhiidan”
yang artinya menunggalkan sesuatu atau keesaan. Yang dimaksud disini adalah
mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah
ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil
keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu
esa.
Menurut Syeh M, Abduh, ilmu tauhid
(ilmu kalam) ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang
mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya; membicarakan tentang
Rosul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkan
kepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka.
(Hanafi, 2003: 2).
Ilmu tauhid adalah sumber semua
ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama. Allah SWT
berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah.” (Q.S. Muhammad: 19)
Seandainya ada orang tidak
mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar
ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir.
Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari
mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara
dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau
buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang
shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan
makna yang lain.
· Penamaan Ilmu Tauhid :
Ilmu Tauhid juga disebut ;
1. Ilmu ‘Aqa’id: ‘Aqdun artinya tali
atau pengikat. ‘Aqa’id adalah bentuk jama’ dari ‘Aqdun. Disebut ‘Aqa’id, karena
didalamnya mempelajari tentang keimanan yang mengikat hati seseorang dengan
Allah, baik meyakini wujud-Nya, ke-Esaan-Nya atau kekuasaan-Nya.
2. Ilmu Kalam: kalam artinya
pembicaraan. Disebut ilmu kalam, karena dalam ilmu ini banyak membutuhkan
diskusi, pembahasan, keterangan-keterangan dan hujjah (alasan) yang lebih
banyak dari ilmu lain.
3. Ilmu Ushuluddin: Ushuluddin artinya
pokok-pokok agama. Disebut Ilmu Ushuluddin, karena didalamnya membahas
prinsip-prinsip ajaran agama, sedang ilmu yang lainnya disebut furu’ad-Din
(cabang-cabang agama), yang harus berpijak diatas ushuluddin.
4. Ilmu
Ma’rifat: ma’rifat artinya pengetahuan. Disebut ilmu ma’rifat, karena
didalamnya mengandung bimbingan dan arahan kepada kepada umat manusia untuk
mengenal khaliqnya. (Zakaria, 2008:1)
·
Konsep Ajaran Tauhid
Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat
kita lihat ayat-ayat Allah yang sedikit banyak menyinggung ajaran tauhid ini.
Diantaranya adalah :
“Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala
sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu
pun yang setara dengan Dia”. (TQS. Al Ikhlas: 1-4 )
"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula)
para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan
selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS.
Ali Imran: 18)
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah
keduanya itu telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari
apa yang mereka sifatkan.” (TQS. Al Anbiya’: 22 )
B. Macam-macam dan Tingkatan
Tauhid
1. Macam-macam Tauhid
Tauhid
dibagi menjadi tiga macam:
a. Tauhid Ar-Rububiyyah
Yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah, dengan
meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: “Siapakah
Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka Patutkah kamu
mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak
menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”.
Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap
gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah
yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa
menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu
dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Ar-Ra’d :
16)
dan Dia
adalah Pemberi Rezeki bagi seluruh binatang dan manusia, Firman-Nya yang
artinya:
“Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya”. (Hud : 6)
Dia adalah Raja segala raja, Pengatur semesta alam, … Pemberi ketentuan
takdir atas segala sesuatu, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.
b. Tauhid Al-Uluhiyyah
Tauhid Al-Uluhiyyah
disebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah
disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba
disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza
wa Jalla dalam peribadahan. Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid
dari tiga macam Tauhid yang ada, yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah
manusia harus bertuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan
merendah serta tidak kepada yang lain. Makna Uluhiyah adalah mengakui bahwa
hanya Allah lah Tuhan yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. (DR.
Abdul Aziz bin M. Alu Abdullatief, hal. 13).Tauhid Uluhiyah merupakan ujung ruh
Al Qur’an, yang karenanya para Rasul diutus, yang karenanya ada pahala dan
siksa, dan karenanya keikhlasan beragama kepada Allah terealisasi. (Ibnu
Taimiyah, Menghindari pertentangan Wahyu dan Akal, hal. 30). Ayat al Qur'an
yang menerangkan tentang Tauhid jenis ini adalah:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)
3. Tauhid Al-Asma’ wa Shifat
Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat bagi-Nya,
dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri menamai
dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).
Dan ketiga macam Tauhid ini terkumpul dalam firman-Nya yang
artinya:
“
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya,
Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam : 65).
b. Tingkatan Tauhid
Adapun tingkatan tauhid adalah
sebagai berikut.
1. Tauhid Zat Allah
Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa Allah Esa
dalam Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah, kesan bahwa Dia
berdikari. Dia adalah Wujud yang tidak bergantung pada apa dan siapa pun dalam
bentuk apa pun. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah Ghani (Absolut). Segala
sesuatu bergantung pada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dia tidak
membutuhkan segala sesuatu. Allah berfirman:
Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah. Dan
Allah, Dialah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan apa pun) lagi Maha Terpuji. (QS. Fâthir: 15)
Arti dari Tauhid Zat Allah adalah bahwa kebenaran ini hanya satu, dan
tak ada yang menyerupai-Nya. Al-Qur'an
memfirmankan:
Tak ada yang menyamai-Nya. (QS. asy-Syûrâ: 11)
Dan tak ada yang menyamai-Nya. (QS. al-Ikhlâsh: 4)
2. Tauhid dalam Sifat-sifat Allah
Tauhid Sifat-sifat Allah artinya adalah mengakui bahwa Zat dan
Sifat-sifat Allah identik, dan bahwa berbagai Sifat-Nya tidak terpisah satu
sama lain. Tauhid Zat artinya adalah menafikan adanya apa pun yang seperti
Allah, dan Tauhid Sifat-sifat-Nya artinya adalah menafikan adanya pluralitas di
dalam Zat-Nya. Allah memiliki segala sifat yang menunjukkan kesempurnaan,
keperkasaan dan ke-indahan, namun dalam Sifat-sifat-Nya tak ada segi yang
benar-benar terpisah dari-Nya. Keterpisahan zat dari sifat-sifat dan
keterpisahan sifat-sifat dari satu sama lain merupakan ciri khas keterbatasan
eksistensi, dan tak mungkin terjadi pada eksistensi yang tak terbatas.
Pluralitas, perpaduan dan keterpisahan zat dan sifat-sifat tak mungkin terjadi
pada Wujud Mutlak.
3. Tauhid dalam Perbuatan Allah
Arti Tauhid dalam perbuatan-Nya adalah mengakui bahwa alam semesta
dengan segenap sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya, merupakan perbuatan
Allah saja, dan terwujud karena kehendak-Nya.
Di alam semesta ini tak satu pun yang ada sendiri. Segala sesuatu bergantung
pada-Nya. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah pemelihara alam semesta. Dalam hal
sebab-akibat, segala yang ada di alam semesta ini bergantung. Maka dari itu,
Allah tidak memiliki sekutu dalam Zat-Nya, Dia juga tak memiliki sekutu dalam
perbuatan-Nya. Setiap perantara dan sebab ada dan bekerja berkat Allah dan
bergantung pada-Nya. Milik-Nya sajalah segala kekuatan maupun kemampuan untuk
berbuat.
Manusia merupakan satu di antara makhluk yang ada, dan karena itu
merupakan ciptaan Allah. Seperti makhluk lainnya, manusia dapat melakukan
pekerjaannya sendiri, dan tidak seperti makhluk lainnya,
manusia adalah penentu nasibnya sendiri. Namun Allah sama sekali tidak
mendelegasikan Kuasa-kuasa-Nya kepada manusia. Karena itu manusia tidak dapat
bertindak dan berpikir semaunya sendiri, "Dengan kuasa Allah aku berdiri
dan duduk. "
4. Tauhid dalam Ibadah
Tauhid dalam ibadah merupakan masalah praktis, merupakan bentuk
"menjadi". Tingkatan-tingkatan tauhid
di atas melibatkan pemikiran yang benar. Tingkat keempat ini merupakan tahap
menjadi benar. Tahap teoretis tauhid, artinya adalah memiliki pandangan yang
sempurna. Tahap praktisnya artinya adalah berupaya mencapai kesempurnaan.
Tauhid teoretis artinya adalah memahami keesaan Allah, sedangkan tauhid praktis
artinya adalah menjadi satu. Tauhid teoretis adalah tahap melihat, sedangkan
tauhid praktis adalah tahap berbuat. Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang
tauhid praktis, perlu disebutkan satu masalah lagi mengenai tauhid teoretis.
Masalahnya adalah apakah mungkin mengetahui Allah sekaligus dengan keesaan
Zat-Nya, keesaan Sifat-sifat-Nya dan keesaan perbuatan-Nya, dan jika mungkin,
apakah pengetahuan seperti itu membantu manusia untuk hidup sejahtera dan
bahagia; atau dan berbagai tingkat dan tahap tauhid, hanya tauhid praktis saja
yang bermanfaat.
C. Ilmu Kalam
Pembicaraan ilmu kalam pada awalnya hanyalah
mengenai perdebatan dan diskusi sederhana untuk mempertajam pemahaman sebuah
permasalahan ditinjau dari sudut pandang agama Islam. Namun dalam
perkembangannya, perdebatan dan diskusi tersebut membentuk berbagai kelompok
yang mendukung dan menolak sehingga menimbulkan polemik yang berkepanjangan dan
muncul berbagai paham atau aliran dalam Islam. Lalu, apakah pengertian ilmu kalam?
Secara harfiah, kata ‘kalam’ berarti pembicaraan. Namun secara istilah, kalam
tidak sama artinya dengan pembicaraan dalam pengertian sehari-hari, melainkan
pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Hal ini menjadi ciri utama
ilmu kalam, yaitu rasionalitas atau logika.
Dari penjelasan di atas, kita dapatkan definisi
ilmu kalam yaitu ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang
wajib ada pada-Nya, sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, dan sifat-sifat yang
mungkin ada pada-Nya. Ilmu ini juga membicarakan tentang rasul-rasul Allah dan
cara menetapkan kerasulannya, serta mengetahui sifat-sifat yang wajib ada pada
mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada mereka.
Arti Ilmu Kalam Menurut Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu
yang memuat beberapa alasan untuk mempertahankan keimanan agama Islam dengan
menggunakan dalil-dalil aqli (pikiran), serta memuat pula bantahan terhadap
orang yang mengingkarinya dan berbeda pandangan dengan pemahaman salaf dan ahli
sunah.
Ilmu kalam disebut juga ilmu tauhid karena
pokok pembahasannya dititikberatkan kepada keesaan Allah, baik Zat-Nya maupun
perbuatan-Nya. Selain itu, ilmu kalam disebut juga ilmu ushuluddin karena pokok
bahasannya meliputi persoalan-persoalan mendasar di dalam agama. Ada juga yang
menyebut ilmu kalam sebagai ilmu aqidah karena banyak membicarakan
persoalan-persoalan kepercayaan (aqidah) dan dasar-dasar ajaran agama.
Ahli ilmu kalam disebut mutakallimin. Golongan
ini dianggap sebagai kelompok tersendiri yang menggunakan akal pikiran dalam
memahami nash-nash agama untuk mempertahankan keyakinannya. Mereka berbeda
dengan golongan Hambali (dalam pengajaran fiqih) yang berpegangan teguh pada
keyakinan orang salaf. Mutakallimin juga berbeda dengan kelompok tasawuf yang
mendasarkan pengetahuannya kepada pengalaman batin dan renungan (kasyf).
D. Dalil Al-Qur'an Dan Kisah Tentang Tauhid
1.
Dalil Tauhid
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah Thaghut itu"
(QS An-Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan" (QS
At-Taubah: 31)
"Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya
kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS
Az-Zumar: 2-3)
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama dengan lurus" (QS
Al-Bayinah: 5)
2.
Kisah Tauhid
Alkisah di negeri Mesir, Fir’aun terakhir yang terkenal dengan
keganasannya bertahta.
Setelah kematian sang isteri, Fir’aun kejam itu hidup sendiri tanpa
pendamping. Sampai cerita tentang seorang gadis jelita dari keturunan keluarga
Imran bernama Siti Asiah sampai ke telinganya.
Fir’aun lalu mengutus seorang Menteri bernama Haman untuk meminang Siti
Asiah. Orangtua Asiah bertanya kepada Siti Asiah : “Sudikah anakda menikahi Fir’aun ?”
“Bagaimana saya sudi menikahi Fir’aun. Sedangkan dia terkenal sebagai raja yang ingkar kepada
Allah?”
Haman kembali pada Fir’aun. Alangkah marahnya Fir’aun mendengar kabar
penolakan Siti Asiah.
“Haman, berani betul Imran menolak
permintaan raja. Seret mereka kemari. Biar aku sendiri yang menghukumnya!” Fir’aun mengutus tentaranya untuk menangkap orangtua Siti Asiah.
Setelah disiksa begitu keji, keduanya lantas dijebloskan ke dalam
penjara. Menyusul kemudian, Siti Asiah digiring ke Istana. Fir’aun kemudian
membawa Siti Asiah ke penjara tempat kedua orangtuanya dikurung. Kemudian,
dihadapan orangtuanya yang nyaris tak berdaya, Fir’aun berkata:
“Hei,
Asiah. Jika engkau seorang anak yang baik, tentulah engkau sayang terhadap
kedua orangtuamu. Oleh karena itu, engkau boleh memilih satu diantara dua
pilihan yang kuajukan. Kalau kau menerima lamaranku, berarti engkau akan hidup
senang, dan pasti kubebaskan kedua orangtuamu dari penjara laknat ini.
Sebaliknya, jika engkau menolak lamaranku, maka aku akan memerintahkan para
algojo agar membakar hidup-hidup kedua orangtuamu itu, tepat dihadapanmu.”
Karena ancaman itu, Siti Asiah terpaksa menerima pinangan
Fir’aun. Dengan mengajukan beberapa syarat :
* Fir’aun harus membebaskan
orangtuanya.
* Fir’aun harus membuatkan rumah untuk ayah dan ibunya, yang indah lagi
lengkap perabotannya.
* Fir’aun harus menjamin kesehatan,
makan, minum kedua orangtuanya.
* Siti Aisyah bersedia menjadi isteri Fir’aun. Hadir dalam acara-acara
tertentu, tapi tak bersedia tidur bersama Fir’aun.
Sekiranya permintaan-permintaan tersebut tidak disetujui, Siti Asiah
rela mati dibunuh bersama ibu dan bapaknya.
Akhirnya Fir’aun menyetujui syarat-syarat yang diajukan Siti Asiah.
Fir’aun lalu memerintahkan agar rantai belenggu yang ada di kaki dan tangan
orangtua Siti Asiah dibuka. Singkat cerita, Siti Asiah tinggal dalam kemewahan
Istana bersama-sama Fir’aun. Namun ia tetap tak mau berbuat ingkar terhadap
perintah agama, dengan tetap melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Pada malam hari Siti Asiah selalu mengerjakan shalat dan memohon
pertolongan Allah SWT. Ia senantiasa berdoa agar kehormatannya tidak disentuh
oleh orang kafir, meskipun suaminya sendiri, Fir’aun. Untuk menjaga kehormatan
Siti Asiah, Allah SWT telah menciptakan iblis yang menyaru sebagai Siti Asiah.
Dialah iblis yang setiap malam tidur dan bergaul dengan Fir’aun.
Fir’aun mempunyai seorang pegawai yang amat dipercaya bernama Hazaqil.
Hazaqil amat taat dan beriman kepada Allah SWT. Beliau adalah suami Siti
Masyitoh, yang bekerja sebagai juru hias istana, yang juga amat taat dan
beriman kepada Allah SWT. Namun demikian, dengan suatu upaya yang hati-hati,
mereka berhasil merahasiakan ketaatan mereka terhadap Allah. Dari pengamatan
Fir’aun yang kafir.
Suatu kali, terjadi perdebatan hebat antara Fir’aun dengan Hazaqil,
disaat Fir’aun menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang ahli sihir, yang
menyatakan keimanannya atas ajaran Nabi Musa a.s. Hazaqil menentang keras
hukuman tersebut.
Mendengar penentangan Hazaqil, Fir’aun menjadi marah. Fir’aun jadi bisa
mengetahui siapa sebenarnya Hazaqil. Fir’aun lalu menjatuhkan hukuman mati
kepada Hazaqil. Hazaqil menerimanya dengan tabah, tanpa merasa gentar sebab
yakin dirinya benar.
Hazaqil menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan tangan terikat pada
pohon kurma, dengan tubuh penuh ditembusi anak panah. Sang istri, Masyitoh,
teramat sedih atas kematian suami yang amat disayanginya itu. Ia senantiasa
dirundung kesedihan setelah itu, dan tiada lagi tempat mengadu kecuali kepada
anak-anaknya yang masih kecil.
Suatu hari, Masyitoh mengadukan nasibnya kepada Siti Asiah. Diakhir
pembicaraan mereka, Siti Asiah menceritakan keadaan dirinya yang sebenarnya,
bahwa iapun menyembunyikan ketaatannya dari Fir’aun. Barulah keduanya
menyadari, bahwa mereka sama-sama beriman kepada Allah SWT dan Nabi Musa a.s.
Pada suatu hari, ketika Masyitoh sedang menyisir rambut puteri Fir’aun,
tanpa sengaja sisirnya terjatuh ke lantai. Tak sengaja pula, saat memungutnya
Masyitoh berkata : “Dengan nama Allah
binasalah Fir’aun.”
Mendengarkan ucapan Masyitoh, Puteri Fir’aun merasa tersinggung lalu
mengancam akan melaporkan kepada ayahandanya. Tak sedikitpun Masyitoh merasa
gentar mendengar hardikan puteri. Sehingga akhirnya, ia dipanggil juga oleh
Fir’aun.
Saat Masyitoh menghadap Fir’aun, pertanyaan pertama yang diajukan
kepadanya adalah : “Apa betul kau telah
mengucapkan kata-kata penghinaan terhadapku, sebagaimana penuturan anakku. Dan
siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini ?”
“Betul, Baginda Raja yang
lalim. Dan Tiada Tuhan selain Allah yang sesungguhnya menguasai segala alam dan
isinya.”jawab Masyitoh dengan berani.
Mendengar jawaban Masyitoh, Fir’aun menjadi teramat marah, sehingga
memerintahkan pengawalnya untuk memanaskan minyak sekuali besar. Dan saat
minyak itu mendidih, pengawal kerajaan memanggil orang ramai untuk menyaksikan
hukuman yang telah dijatuhkan pada Masyitah. Sekali lagi Masyitoh dipanggil dan
dipersilahkan untuk memilih : “jika ingin
selamat bersama kedua anaknya, Masyitoh harus mengingkari Allah. Masyitoh harus
mengaku bahwa Fir’aun adalah Tuhan yang patut disembah. Jika Masyitoh tetap tak
mau mengakui Fir’aun sebagai Tuhannya, Masyitoh akan dimasukkan ke dalam kuali,
lengkap bersama kedua anak-anaknya.”
Masyitoh tetap pada pendiriannya untuk beriman kepada Allah SWT.
Masyitoh kemudian membawa kedua anaknya menuju ke atas kuali tersebut. Ia
sempat ragu ketika memandang anaknya yang berada dalam pelukan, tengah asyik
menyusu. Karena takdir Tuhan, anak yang masih kecil itu dapat berkata, “Jangan takut dan sangsi, wahai Ibuku.
Karena kematian kita akan mendapat ganjaran dari Allah SWT. Dan pintu surga akan
terbuka menanti kedatangan kita.”
Masyitoh dan anak-anaknyapun terjun ke dalam kuali berisikan minyak
mendidih itu. Tanpa tangis, tanpa takut dan tak keluar jeritan dari mulutnya.
Saat itupun terjadi keanehan. Tiba-tiba, tercium wangi semerbak harum dari
kuali berisi minyak mendidih itu.
Siti Asiah yang menyaksikan kejadian itu, melaknat Fir’aun dengan
kata-kata yang pedas. Ia pun menyatakan tak sudi lagi diperisteri oleh Fir’aun,
dan lebih memilih keadaan mati seperti Masyitoh.
Mendengar ucapan Isterinya, Fir’aun menjadi marah dan menganggap bahwa
Siti Asiah telah gila. Fir’aun kemudian telah menyiksa Siti Asiah, tak
memberikan makan dan minum, sehingga Siti Asiah meninggal dunia.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Siti Asiah sempat berdoa kepada
Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya :
“Dan Allah membuat isteri
Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata : Ya
Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan
selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum
yang zalim.(Q.S. At-Tahrim [66] : 11)
E. Masalah Tauhid
Tauhid mempunyai beberapa pembahasan diantaranya ada 6 yakni:
1. Iman
kepada Allah, tauhid kepada-Nya, dan ikhlash beribadah hanya untuk-Nya tanpa
sekutu apapun bentuknya.
2. Iman
kepada rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk ilahi, mengetahui sifat-sifat
yang wajib dan pasti ada pada mereka seperti jujur dan amanah, mengetahui
sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui
mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan mereka, khususnya mu’jizat dan bukti-bukti
kerasulan Nabi Muhammad saw.
3. Iman
kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai
petunjuk bagi hamba-hamba-Nya sepanjang sejarah manusia yang panjang.
4. Iman
kepada malaikat, tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan hubungan mereka dengan
manusia di dunia dan akhirat.
5. Iman
kepada hari akhir, apa saja yang dipersiapkan Allah sebagai balasan bagi
orang-orang mukmin (surga) maupun orang-orang kafir (neraka).
6. Iman
kepada takdir Allah yang Maha Bijaksana yang mengatur dengan takdir-Nya semua
yang ada di alam semesta ini.
Allah swt
berfirman:
“آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ
وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
Artinya: “Rasul
telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.” (QS:
Al-Baqarah: 285)
Rasulullah saw. ditanya tentang iman, lalu beliau
pun menjawab;
أنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ.
Artinya: “Iman adalah engkau membenarkan dan meyakini Allah, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan taqdir baik maupun buruk.”
(HR. Muslim).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa tauhid merupakan inti pokok agama islam sebagai pengakuan umat
islam terhadap pencipta yang mutlak dan tidak ada yang dituju selainya.Untuk
itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan :
“orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang
mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An-nam:82)
Rosullullah bersabda,
“Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak
Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad,
lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa
pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)
B. SARAN
Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini
kita dapat mengambil hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam
dan merupakan faktor terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat
ini.. Untuk itu, kita sebagai generasi penerus
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta:
Pustaka Al Husna Baru Jakarta, 2003)
Rozak,
Abdul dan Rosihon Anwar. 2000. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Ahmad,
Muhammad. 1998.Tauhid Ilmu Kalam.
Bandung: Pustaka Setia.
Departemen
Agama Republik Indonesia, Op. Cit., h.
Abdul Latief, M. Alu,
DR. Abdul Aziz. 1998 Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, Jakarta: Darul
Haq.
Syalabi, Ahmad.
1995. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2,
Cet-3 : PT. Al-Husna
Zikra.
Jakarta
Zahra Imam Muhammad Abu. Aliran Politik dan
Akidah .1996. Logos. Jakarta
Selatan.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Media Pembelajaran
Tag :
Makalah Pendidikan
0 Komentar untuk "Makalah Akidah Akhlak Tauhid"