Oleh
Tazbhy
Wednesday, November 19, 2014
Bagikan :
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN MELALUI PENINGKATAN KELEMBAGAAN PKK
I PENDAHULUAN
Saat ini kita tengah memasuki era globalisasi, di mana kehidupan di suatu negara tidak dapat menafikan kehidupan di negara lainnya, terlebih telah terwujudnya kesepakatan-kesepakatan international, regional, maupun bilateral dalam hal persaingan bebas, terutama yang bersentuhan dengan lapangan ekonomi. Di tingkat internasional terdapat WTO (Word Trade Organization) yang mengatur perdagangan di tingkat dunia, juga di tingkat regional terutama di Asean telah ditetapkan tahun 2003 sebagai tahun perdagangan bebas di kawasan ini, yaitu dengan disepakatinya AFTA (Asean Free Trade Area). Iklim global seperti ini harus disikapi dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bertahan dan bersaing di tingkat global, bila tidak ingin digilas oleh globalisasi.
Di samping fenomena globalisasi, pada akhir Abad XX atau memasuki Millenium ke-3 di dunia telah terjadi perubahan besar-besaran di bidang demografi (kependudukan), yaitu makin banyak kota-kota besar tedapat di belahan bumi sebelah selatan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya, yang lebih banyak terdapat di belahan bumi sebelah utara. Perubahan itu juga terjadi pada struktur sosial dan ekonomi penghuni kota, yaitu yang sebelumnya minoritas penduduk kota adalah golongan yang berpendapatan rendah, kini menjadi mayoritas. Kalau sebelumnya penduduk kota yang diam dan bekerja di sektor informal merupakan minoritas, sekarang menjadi mayoritas.
Usaha informal terdapat di mana saja di kota-kota besar di dunia, termasuk di dalamnya adalah Indonesia terutama di Daerah Khusus Ibokota (DKI) Jakarta. Ternyata usaha ini tidak mengalami gejolak akibat krisis ekonomi yang melanda usaha-usaha besar formal, yang bahkan menyulitkan ekonomi dan keuangan negara. Usaha informal juga tidak memerlukan bantuan pinjaman dari bank-bank dalam jumlah besar, dan bahkan mereka tumbuh tanpa bantuan siapa pun. Dalam penyerapan tenaga kerja, mereka ternyata cukup signifikan pula dapat memperkerjakan tenaga-tenaga yang semula tenaga tidak trampil menjadi tenaga trampil. Ini berarti mereka sanggup mengurangi angka pengangguran yang bila tidak ditangani secara sungguh-sungguh akan berdampak sosial dan politik yang semakin luas.
Usaha informal yang notabene secara mayoritas tergolong pada jenis usaha kecil memerlukan daya dukung yang tinggi dan tingkat sustainability yang memadai. Tentunya upaya untuk melakukan kedua hal itu sangat proporsional bila menempatkan perempuan sebagai aktor utama dalam menjalankan jenis usaha ini. Karena sifatnya yang flexible, replicable (mudah diproduksi), dan tingkat manajemen sederhana, sehingga dapat dijadikan sebagai komoditas suplemen bagi peningkatan penghasilan keluarga. Dalam hal ini perempuan bisa memainkan perannya secara maksimal dan meningkatkan komuditas suplemen menjadi penghasilan utama dalam keluarga. Pada gilirannya perempuan tidak dipandang sebelah mata lagi dalam perannya sebagai stabilisator dan dinamisator perekonomian keluarga.
Upaya untuk memberdayakan (empowering) kaum perempuan dalam percaturan ekonomi, terlebih melihat tantangan ke depan membutuhkan daya saing yang tinggi, di Indonesia telah ditangkap dan direspon melalui eksistensi lembaga Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Relevansi kehadiran lembaga PKK ini dengan tantangan perekonomian global yang lebih menekankan pada dunia usaha informal, telah direduksi dan dikonstruksi dalam bentuk kegiatan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K). Kegiatan ini harus ditingkatkan, diberdayakan (empowerment), disinergikan dengan kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara mikro, dan dipertahankan keberadaannya. Pada gilirannya akan menjadi sebuah model alternatif pengembangan ekonomi kerakyatan, karena secara institusional dan manajerial lembaga PKK telah eksis dan menyebar di seluruh peloksok negeri.
II PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM UP2K-PKK
Dalam system pembangunan nasional tidak ada satu pun peraturan atau kebijakan yang menghambat kaum perempuan di Indonesia untuk berperan, baik secara politis, ekonomi maupun sector kehidupan lainnya. Bahkan peran perempuan ini selalu dikedepankan dan menjadi perhatian utama dalam kerangka pelaksanaan pembangunan. Hal ini tergambar dari formulasi pelaksanaan program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Makanan Tambahan untuk Anak SD (PMT-SD) yang memfokuskan perempuan sebagai aktor utamanya.[1] Urgensi penempatan peranan dan potensi perempuan dalam proses pembangunan secara optimal akan dapat mempercepat tujuan nasional. Tujuan nasional ini hanya dapat terwujud apabila laki-laki dan perempuan melakukan perannya.
Oleh karena itu upaya pemberdayaan perempuan harus selalu dikedepankan dan mendapatkan prioritas utama, sehingga eksistensi kaum perempuan dalam semua dimensi kehidupan dapat sejajar dengan laki-laki. Dalam hal ini tidak ada lagi gender bias (ketidakadilan jender) yang sampai saat ini di Indonesia masih dirasakan oleh mayoritas kaum perempuan. Terjadinya ketidakadilan jender secara holistic lebih disebabkan oleh adanya konstruksi atau rekayasa sosial yang turun temurun, sehingga terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat, berupa suatu bentuk ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan. Juga faktor religiusitas yang dipahami oleh sebagian besar pemeluknya untuk lebih memberikan hak-hak istimewa (privilege) yang dinikmati kaum laki-laki dalam kedudukan khususnya di dalam kehidupan bersama.
Ketidakadilan jender dalam kehidupan mengambil bentuk-bentuknya yang spesifik, yaitu marjinalisasi, subordinasi, stereotip, dan violence (kekerasan) terhadap kaum perempuan. Keberadaan perempuan dalam struktur ekonomi selalu dikesampingkan (dimarjinalisasikan), sehingga perempuan kehilangan sumber-sumber pebdapatannya. Begitu pula secara struktural perempuan disubordinasi oleh kaum laki-laki, sehingga perempuan harus selalu tunduk dan patuh terhadap struktur kekuasaan laki-laki. Hal ini pada gilirannya dapat menjadikan distorsi bahkan pengendapan terhadap potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan. Pada akhirnya perempuan memiliki stereotif sebagai makhluk yang lemah, tidak berdaya, tidak kreatif, dan hanya cocok untuk pekerjaan-pekerjaan domestik un sich. Dengan demikian sering terjadi bentuk-bentuk kekerasan (violence) yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan.[2]
Fenomena ketidakadilan gender (gender bias) itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan perempuan Indonesia secara umum. Oleh karena itu upaya untuk melakukan penyadaran terhadap perempuan akan pentingnya perspektif gender dalam semua dimensi kehidupan menjadi sebuah keniscayaan. Dari perspektif ini kemudian akan melahirkan bentuk kesadaran baru yakni pemberdayaan perempuan dalam proses pembangunan bangsa. Upaya pemberdayaan perempuan ini pada hakekatnya merupakan peningkatan harkat dan martabat kaum perempuan yang dalam kondisi saat ini tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap budaya, kemiskinan, dan keterbelakangan. Pemberdayaan ini harus diikuti dengan memperkuat potensi, daya, dan karakter yang dimiliki oleh kaum perempuan.
Dalam kontek pembangunan nasional, pemberdayaan perempuan berarti upaya menumbuhkembangkan potensi dan peran perempuan dalam semua dimensi kehidupan. Perempuan akan mengabil peran-peran penting dalam kapasitasnya sebagai makhluk sosial, terutama dalam rangka peningkatan kualitas pendapatan keluarga. Lembaga-lembaga local yang ada lebih tepat bila diperankan secara langsung oleh kaum perempuan, baik yang bergerak dalam bidang sosial maupun ekonomi. Sesungguhnya kultur perempuan yang ada pada sebagian masyarakat Indoensia adalah bersifat guyub (komunal). Kuatanya daya komunalitas ini tercermin dari masih eksisnya lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang kewanitaan, seperti PKK, Posyandu, benuk-bentuk arisan warga dan sejenisnya.
Kuatnya ikatan perempuan dalam pengurusan kelembagaan menjadi salah satu asset strategis yang harus dikembangkan dan ditingkatkan, sehingga dapat mengangkat peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat secara nyata. Realitas semacam ini akan lebih baik bila dikembangkan ke arah penguatan institusi di bidang perekonomian. Kegiatan institusi local di bidang ekonomi bagi kaum perempuan, di samping mempererat ikatan-ikatan mondial dan sosial, juga dapat meningkatkan produktivitas perempuan yang muaranya dapat menambah income (pendapatan) keluarga. Pada akhirnya kegiatan-kegiatan seperti ini dapat mempercepat pembangunan Nasional dan mengatasi krisis ekonomi yang dimulai dari sisi kehidupan yang paling mikro, yakni keluarga.
Terkait dengan signifikansi peran perempuan dalam pemberdayaan dan peningkatan pendapatan ekonomi keluarga, PKK mempunyai prioritas program berupa Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K). UP2K ini dapat dijadikan sebagai basis implementasi pemberdayaan perempuan di tingkat praktis. Potensi, daya, dan karakter perempuan yang tidak kalah penting dan bobotnya dengan laki-laki dapat menjadikan program UP2K-PKK sebuah program unggulan dalam tataran program social safety net (jaring pengaman social), sebagai salah satu upaya menolong masyarakat dari keterpurukan ekonomi dengan jalan memberdayakan dan membangun masyarakat menjadi individu atau keluarga yang mandiri.[3]
Pada tataran ini, maka dapat diformulasikan bahwa program UP2K-PKK sebagai basis pemberdayaan perempuan merupakan upaya untuk memecahkan belenggu sosial budaya berupa konstruksi sosial yang telah menginternal pada perempuan, yaitu dengan cara langsung memberi peran ekonomi kepada kaum perempuan terutama pada lapisan masyarakat yang tidak mampu. Dengan demikian program UP2K-PKK akan menjadi sebuah suprastruktur yang efektif bagi kaum perempuan untuk memainkan peran dan membuktikan kualitas, kapasitas, dan kapabelitasnya 6+sebagai orang yang dapat berkiprah pada sector ekonomi khususnya dan sector-sektor kehidupan lain pada umumnya. Banyak hasil studi yang menunjukan bahwa investasi SDM perempuan menghasilkan returns yang lebih tinggi melalui peningkatan produktivitasnya.[4]
III ERA GLOBALISASI DAN PENGEMBANGAN UP2K-PKK
Zaman neoteknologi dari masa ke masa terutama pada masyarakat modern sekarang ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Terutama setelah ditemukannya teknologi komunikasi yang semakin canggih. Teknologi komunikasi dengan bantuan satelit dan komputer telah melahirkan era globalisasi. Era globalisasi yaitu suatu era (masa) di mana Dunia relatif semakin sempit karena komunikasi antar negara semakin cepat, juga menjadi semakin kompleks karena kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang amat pesat dan berpengaruh dalam seluruh proses kehidupan manusia.[5]
Fenomena globalisasi ini pada Millenium ke-3 telah mampu merasuk pada semua dimensi kehidupan di berbagai belahan Dunia, terutama dalam bidang ekonomi dengan stressing point-nya pada permasalahan liberalisasi ekonomi atau free trade (perdagangan bebas). Satu tahun ke depan di tingkat regional kita akan dihadapkan dengan Asean Fee Trade Area (AFTA), sehingga membutuhkan antisipasi yang lebih kritis terhadap dampak yang akan ditimbulkannya.
Pada masa kini perkembangan lingkungan strategis cenderung multikompleks dan interdependensi (saling ketergantungan). Tidak ada satu kawasan atau negara pun yang dapat melakukan kegiatan ekonominya secara sendiri, tanpa mempunyai ketergantungan investasi, factor produksi, dan pasar dari kawasan/negara lainnya. Bergulirnya liberalisasi perdagangan semacam ini akan membawa peluang dan tantangan bagi produk-produk barang dan jasa Indonesia. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh keberadaan usaha kecil dalam bentuk usaha informal –termasuk di dalamnya UP2K-PKK--, untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinyutas produknya, sehingga dapat bersaing dengan produk-produk dari luar. Sebab kunci dari globalisasi adalah sebuah persaingan (competitiveness) secara bebas dan dapat memuaskan konsumen.[6]
Dalam kondisi percaturan global seperti ini dan badai krisis ekonomi yang belum berakhir menerpa bangsa Indoensia, maka peran UP2K-PKK yang tergolong pada usaha kecil sangat diharapkan eksistensinya. Hal ini disebabkan model UP2K-PKK akan mampu bertahan terhadap krisis ekonomi dan situasi liberalisasi perdagangan atau percaturan perekonomian global daripada perusahaan-perusahaan besar dan menengah, karena tidak tergantung pada pasar formal dan dana pinjaman yang sangat besar. Di samping itu, UP2K-PKK cenderung menghasilkan kebutuhan pokok (necessities) dan bukan barang mewah (luxuries).[7] Produk UP2K-PKK dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat, sehingga tingkat perputaran modalnya akan sangat cepat yang sudah barang tentu akan mempercepat juga poses produksinya.
Oleh karena itu upaya pengembangan UP2K-PKK dalam era globalisasi harus ditekankan pada tiga hal. Pertama, mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk. Produk yang dihasilkan harus benar-benar baik secara kualitatif dan dapat dibuktikan tingkat kualitatifnya. Karena pada era liberalisasi perdagangan ini, konsumen menuntut ketahanan kualitas sebuah produk yang diinginkannya, sebab semakin banyaknya alternatif yang dapat diperoleh oleh konsumen. Kedua, memacu kuantitas produk yang dihasilkan. Dalam hal ini tingkat produktivitas yang dipicu oleh factor efesiensi dan efektifitas harus dikedepankan. Dengan kunatitas hasil produksi yang tinggi, sangat dimungkinkan dapat mempengaruhi milieu pasar yang cenderung menginginkan banyak alternatif. Ketiga, menjaga kontinyuitas produk yang akan memantapkan kepercayaan pasar terhadap produk-produk yang dihasilkan. Kontinyuitas ini akan memberikan sebuah labelisasi terhadap UP2K sebagai salah satu jenis usaha yang mampu memberikan pelayanan (service) terhadap konsumen (customer) yang bersifat simultan.
Faktor penentu di era globalisasi dan liberalisasi perdagangan di samping kualitas daya saing, juga pemberian layanan yang baik (good service) terhadap konsumen. Dengan kemampuan meberikan pelayanan yang baik, maka secara tidak langsung merupakan asset advertising bagi para konsumen. Salah satu bentuk pelayanan yang baik itu dapat diwujudkan dengan ketahanan kontinyuitas produk UP2K-PKK. Maka mendorong UP2K-PKK untuk tetap survive dalam lini kegiatan ekonomi kerakyatan harus menjadi perhatian utama (primary attention) pihak pemerintah dan mendapatkan stimulan dari masyarakat sebagai pelaku utamanya.
IV STRATEGI PENGEMBANGAN DAN MODEL KEGIATAN UP2K-PKK
Perhatian pemerintah terhadap peningkatan kegiatan usaha kecil secara substansial sangat besar yakni dengan dikeluarkannya Inpres No.5 tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan dan Inpres No.3 tahun 1996 tentang Pembangunan Keluarga Sejahtera[8]. Akan tetapi pada dataran praktis keberpihakan pemerintah cenderung terhadap usaha besar dan menengah. Walaupun demikian eksistensi usaha kecil masih tetap bertahan dan bahkan mengalami perkembangan terutama di sector informal, karena memiliki daya tahan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri secara luwes terhadap perubahan lingkungan perekonomian dan kebijakan.[9]
Usaha kecil ini sering juga disebut sebagai kegiatan ekonomi kerakyatan, yang oleh Revrisond Baswir dimaknai sebagai suatu situasi perekonomian di mana berbagai kegiatan ekonomi diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi semua anggota masyarkat, sementara penyelenggaraan kegiatan ekonomi itu pun berada di bawah pengendalian dan pengawasan anggota-anggota masyarakat.[10] Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan mengembangankan potensi rakyat, maka dibutuhkan pendekatan pembangunan yang berorientasi kerakyatan. Obsesi pemunculan gagasan pembangunan berorientasi kerakyatan adalah berupaya menggali potensi yang dimilikinya untuk dikembangkan, sehingga secara produktif dapat meningkatkan kualitas hidupnnya.
Mengingat urgensinya ekonomi kerakyatan (usaha kecil) dalam bingkai system perekonomian Nasional, maka dalam GBHN secara eksplisit disebutkan bahwa ekonomi kerakyatan sebagai salah satu pemain ekonomi akan menerima keuntungan yang sangat berarti.[11] Dengan demikian dalam rangka pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan lebieh spesifik lagi mengembangkan usaha kecil, perlu menggali kekuatan-kekuatan yang ada di masyarakat serta mencermati kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat ditemukan sebuah grand strategy yang dapat digunakan untuk menopang pengembangannya. Usaha kecil dimaksud, akan lebih efektif lagi bila lebih spesifik diarahkan pada program UP2K-PKK yang telah eksis baik secara institusional maupun manajerial.
4.1. Strategi Pengembangan UP2K-PKK
Untuk menjadikan UP2K-PKK sebagai program pengembangan usaha kecil yang memiliki keunggulan dan kekuatan dalam menghadapi liberalisasi perdagangan dan krisis ekonomi, paling tidak dibutuhkan 5 (lima) langkah startegi yang harus dijalankan. Kelima strategi dimaksud adalah sebagai berikut :
4.1.1. Peningkatan Kemandirian UP2K-PKK Melalui Pendampingan
UP2K-PKK sebagai lembaga local yang dimiliki oleh masyarakat setempat harus mampu mandiri dengan asas keswadayaan. Dalam hal ini seluruh komponen masyarakat sebagai anggota UP2K-PKK terlibat secara aktif dalam semua kegiatan yang diselenggarakan. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan akan menimbulkan sense of belonging dan sense of responsibility yang tinggi terhadap keberlangsungan kelembagaan. Namun demikian mengingat multikompleksnya permasalahan yang ada di tengah masyarakat dan pada dataran konsepsi manajerial kelembagaan masih lemah, maka dibutuhkan pendampingan terhadap institusi ini.
Sebagai langkah antisipatif dalam pelaksanaan program UP2K-PKK yang tergolong pada jenis kegiatan social safety net yang oleh pemerintah tengah digulirkan dan didukung pelaksanaannya, maka dalam hal ini pemerintah mempunyai kewajiban untuk memperhatikannya dalam sisi pembinaan institusi/kelembagaan, sehingga didaptkan pola yang tepat untuk pemberdayaan dan penguatan (empowering) lembaga UP2K-PKK melalui proses pendampingan. Pendamping mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu sebagai motivator, fasilitator, dan komunikator.
Pertama sebagai motivator, pendamping menumbuhkan motivasi para anggota untuk mendukung pelaksanaan kegiatan kelompok. Pendamping berperan aktif bersama anggota untuk menggali motivasi akan pentingnya membentuk kelompok untuk bersama-sama mengatasi persoalan kehidupan terutama masalah-masalah ekonomi.
Kedua sebagai fasilitator, pendamping memfasilitasi anggota kelompok agar memiliki keterampilan yang dipandang perlu untuk pengembangan kelompok. Di sini pendamping membantu penyusunan system adminstrasi dan manajerial kelompok dan kelembagaan PKK dengan simple administration system, juga dapat menghubungi lembaga yang kompeten untuk memberikan wawasan bagi peningkatan keterampilan teknis berusaha.
Ketiga sebagai komunikator, pendamping mencari informasi tentang jenis usaha apa yang dipandang memiliki prospek yang baik di masa kini dan akan datang. Selanjutnya pendamping mengusahakan net working dengan lembaga-lembaga perekonomian maupun pemerintah yang dapat membantu keperlangsungan program UP2K-PKK.
4.1.2. Memantapkan kelembagaan UP2K-PKK
Strategi ini ditujukan untuk mewujudkan kelembagaan UP2K-PKK sebagai lembaga yang direncanakan secara partisipatif dan mampu untuk eksis secara sustainability. Bentuk pemantapan kelembagaan ini mengambil coraknya yang sangat sederhana dengan meliputi pemenuhan asas kelembagaan dan pengembangan program-program ke depan. Untuk melakukan kedua hal tersebut diperlukan langkah-langkah berikut;
· Penyiapan pedoman kelambagaan UP2K-PKK yang akan dijadikan acuan untuk pelaksanaan program dan koridor keanggotaan UP2K-PKK, sehingga keberadaannya menjadi lebih jelas dan dapat dijadikan acuan untuk melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang meiliki concern terhadap pemberdayaan ekonomi kerakyatan atau peningkatan usaha kecil.
· Mengembangkan pola pembinaan kelembagaan melalui identifikasi potensi yang ada di masyarakat, peluang dan tantangan bagi program UP2K-PKK, merumuskan program pembinaan bagi anggota UP2K-PKK, dan mengadakan temu anggota yang teratur dan berkesinambungan sebagai media tukar informasi di anatar anggota.
· Evaluasi rutin terhadap pelaksanaan program UP2K-PKK yang diadakan oleh pengurus, sehingga didapatkan alternatif pemecahan masalah (problem solving alternative) yang dialami oleh anggota di tingkat pelaksanaan program.
4.1.3 Meningkatkan SDM
Keberhasilan dan kegagalan pengembangan usaha kecil ini pun ditentukan oleh tingkat SDM yang mengelola jenis kegiatan tertentu. Pilihan peningkatan SDM bagi pengembangan UP2K-PKK merupakan alternatif yang baik untuk dikedepankan, sehingga program yang dijalankan benar-benar dapat dikelola dengan baik dan mencapai sasaran yang diinginkan. Upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan SDM pengelola UP2K-PKK adalah sebagai berikut:
· Melalui pelatihan peningkatan skill atau keterampilan secara khusus dan paraktis, sehingga dapat diterima dan dilaksanakan oleh pengelola UP2K-PKK untuk mengembangkan jenis usaha yang digelutinya.
· Pengembangan lembaga incubator atau magang pada lembaga sejenis yang telah berhasil melakukan pengembangan usahanya, untuk mendapatkan gambaran tentang pola penanganan usaha yang baik.
· Melakukan studi banding pada lembaga sejenis untuk mendapatkan gambaran sisi positif tentang keberhasilan pengembangan usaha, dan sisi negatif tentang keterpurukan atau kebangkrutan yang dialami oleh pengelola lembaga itu.
4.1.4. Meningkatkan Permodalan
Permodalan atau investasi merupakan kunci utama (primary key) dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan program UP2K-PKK. UP2K-PKK yang tergolong pada usaha kecil atau eknomi kerakyatan syarat dengan kebutuhan akan suntikan modal yang sesuai dengan jenis usahanya. Kurangnya investasi dalam pengembangan program UP2K-PKK akan mengakibatkan terjepitnya posisi usaha ini, terlebih dihadapkan pada era liberalisasi perdagangan yang gerbangnya sudah di depan mata. Dalam hal ini pemerintah harus melakukan redistribusi asset negara secara poporsional terutama untuk meningkatkan kemandirian ekonomi kerakyatan.[12]
Dengan kata lain, keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan usaha kecil semacam UP2K-PKK harus direlalisasikan dalam benuk yang lebih riil. Upaya untuk mendapatkan permodalan atau investasi dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya adalah; Pertama, menyediakan dan menyebarkan informasi tentang potensi, peluang usaha, kelayakan usaha, dan lain-lain yang dapat merangsang minat si pemilik modal (investor) untuk memberikan atau menanamkan modalnya pada program UP2K-PKK. Kedua, adanya dukungan yang penuh dari pemerintah dalam bentuk penyaluran kredit (modal) bagi usaha kecil seperi program UP2K-PKK, dengan cara yang sederhana dan memudahkan untuk pengurusannya, dan ketiga, melakukan sosialisasi dan diseminasi terhadap pelaku bisnis tentang permodalan yang dijalankan dalam pelaksanaan program UP2K-PKK.
4.1.5. Kemitraan Usaha
Kemitraan usaha ini sesungguhnya telah dicanangkan oleh pemerintah sejak pelaksanaan Pelita III, yang dipandang sebagai salah satu strategi untuk mengangkat dan mengembangkan perekonomian rakyat. Pola kemitraan usaha ini diharapkan dapatnya terjadi sinergi antara perusahaan besar atau BUMN dengan usaha kecil, yang substansi kerjasamanya adalah saling menguntungkan kedua belah pihak.[13] Pada kemitraan usaha ini tidak dibenarkan adanya eksploitasi atau hegemoni ekonomi dari perusahaan besar terhadap jenis usaha kecil, yang ada adalah pola win-win solution antara pihak yang melakukan kemitraan. Di sini harus ditumbuhkan rasa kesadaran bahwa kedua belah pihak yang bermitra mempunyai kesejajaran dan derajat yang sama, serta memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat ditutupi melalui saling mengisi terhadap kelemahan masing-masing.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemitraan usaha merupakan salah satu bentuk upaya peningkatan peran usaha kecil semacam UP2K-PKK untuk dapat bertahan dan mengembangkan usahanya dalam iklim percaturan perekonomian Nasional dan tantangan liberalisasi perdagangan dunia. Strategi ini dalam tataran praktis akan memiliki makna yang cukup substansial, yakni menculnya tanggung jawab moral dari perusahaan besar untuk membimbing dan membina UP2K-PKK sebagai mitra usahanya. Pola kemitraan usaha ini pada akhirnya dapat mengembangkan UP2K-PKK untuk meningkatkan produktivitas, efesiensi dan efektifitas, jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas, serta memperkecil risiko karena adanya risk sharing.
4.2. Model Kegiatan UP2K-PKK
Untuk menurunkan strategi pengembangan UP2K-PKK ke dalam bentuk operasional, agar dapat membumi, maka perlu dikembangkan model-model kegiatan yang applicable dan simple. Untuk menciptakan model kegiatan tersebut, harus memperhatikan kondisi lingkungan setempat –dalam hal ini lingkungan makro Dareah Khusus Ibukota (DKI Jakarta—sebagai standar dalam penentuan program UP2K-PKK. Mengesampingkan kondisi lingkungan strategis yang melingkupi pusat pelaksanaan UP2K-PKK dalam hal penyusunan program riil, berarti membuat program utopis tanpa mempunyai dasar pijak yang jelas. Karena lingkungan merupakan tempat muaranya kegiatan kehidupan manusia yang dapat menentukan pilihan-pilihannya tersendiri, sesuai dengan kebutuhan yang ada di tingkat masyarakatnya.
Berpijak dari urgensi lingkungan terhadap pengembangan dan peningkatan program UP2K-PKK, paling tidak ada 5 (lima) model-model kegiatan yang cocok dilaksanakan di DKI Jakarta. Kelima model kegiatan itu dapat dilihat dalam table berikut:
Tabel
Model Kegiatan UP2K-PKK
MODEL KEGIATAN | TUJUAN | METODE PENDEKATAN | JENIS KEGIATAN |
Pengembangan Home Industri | Meningkatkan usaha kecil secara langsung di tingkat mikro, serta merangsang kaum perempuan dalam proses pelaksanaan program UP2K-PKK | · Bimbingan/pelatihan praktis · Demo-plot di lapangan · Studi banding · Membuat net working utk pemasaran produk | · Pembuatan kue-kue dan minuman · Penyediaan parsel · Jahit menjahit · Pengadaan catering |
Usaha di bidang kerajinan | Mengoptimalkan potensi masyarakat dalam hal SDM dan ketersediaan bahan baku di lingkungan setempat. | · Bimbingan/pelatihan praktis · Demo-plot di lapangan · Studi banding · Membuat net working utk pemasaran produk · Pengembangan model, melalui pengkajian di tingkat lapangan | · Kerajinan kayu · Pembuatan jok mobil atau kursi meubeler. · Pembuatan kemoceng plastik dan sejenisnya · Pembuatan pot tanaman |
Usaha di bidang jasa | Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berusaha di bidang jasa yang dapat dilakukan secara tekun dan simultan | · Bimbingan/pelatihan praktis · Demo-plot di lapangan · Studi banding · Magang di tempat yang sudah mapan · Membuat net working utk pemasaran produk | · Salon kecantikan · Penyediaan alat-alat pesta · Jasa boga · Kursus mengemudi dan pengadaan SIM · Kursus komputer dan bahasa, serta bimbingan belajar. · Dagang atau pembuatan warung yang memberi layanan kebutuhan sehari-hari · Penyediaan Wartel |
Usaha di bidang budidaya | Mengembangkan dan meningkatkan potensi budi-daya di masyarakat DKI Jakarta, sehingga menghasilkan produktivitas tinggi untuk peningkatan ekonomi keluarga. | · Bimbingan/pelatihan praktis · Demo-plot di lapangan · Studi banding · Magang di tempat yang sudah mapan · Membuat net working utk pemasaran produk | · Budidaya ikan hias · Budidaya kerang laut · Pembuatan ikan asin · Budidaya tanaman · Pengolahan limbah industri |
Usaha di bidang simpan-pinjam (perkreditan) | Menjadikan UP2K-PKK sebagai lembaga yang ber-gerk di bidang keuangan, yang diharapkan dapat menumbuhkan sikap hidup hemat dan membantu permodalan pada usaha kecil. | · Bimbingan/pelatihan di bidang administrasi dan manajemen · Studi banding · Magang di tempat yang sudah mapan · Penguatan kelembagaan · Pembentukan kelompok-kelompok usaha | · Membuat lembaga Unit Pengelola Keuangan (UPK) yang bertugas untuk memberikan kredit bagi pengembangan usaha kecil di berbagai bidang · Membuat lembaga perkoperasian · Pembentukan Waserda sebagai pusat grosir untuk mendukung warung sekitar. · Menggalakan kegiatan arisan di tingkat komunitas. |
V. PROSPEK KEGITAN UP2K-PKK DI DKI JAKARTA
Program UP2K-PKK memiliki lingkup dan jenis usaha untuk pemenuhan kebutuhan mayoritas warga masyarakat terutama warga DKI Jakarta, sudah barang tentu mempunyai nilai positif untuk dikembangkan. UP2K-PKK tergolong pada jenis usaha kecil atau ekonomi kerakyatan yang memiliki ciri-ciri pokok bersifat tradisional, skala usaha kecil, dan pemenuhan kebutuhan pokok (necessities).
Model usaha seperti ini akan mampu bertahan dan merupakan sebuah potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan ekonomi global, karena di samping secara kuantitas merupakan kegiatan usaha mayoritas masyarakat[14] juga secara riil dapat memberikan konstribusi positif terhadap negara, seperti Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia (APWI) –yang tergolong jenis usaha kecil-- bisa menyumbangkan pajak sebesar 700 milyar rupiah pertahun.[15] Di samping itu model program UP2K-PKK tidak tergantung (independen) pada arus modal besar dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan strategis yang mengelilinginya.
Terlebih bila di lihat dari kondisi universal kehidupan Kota Jakarta yang memiliki potensi besar untuk dapat mengembangkan semua jenis usaha. Dari mulai jenis usaha rendah seperti pengumpul barang-barang bekas sampai jenis usaha yang tergolong berat yang hanya orang-orang tertentu saja dapat mengerjakannya, bahkan usaha di bidang jasa pun mendapat porsi yang signifikan untuk dikembangkan. Keadaan semacam ini yang dapat mendorong program UP2K-PKK menjadi kondusif, sehingga bisa berkembang, meningkat, dan pada akhirnya memiliki daya saing untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas.
Oleh karena itu prospek pengembangan program UP2K-PKK ke depan di Ibukota Jakarta dan kota-kota lainnya sangat cerah dan memberikan harapan untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Dengan demikian, program UP2K-PKK harus sedini mungkin disosialisasikan baik secara vertical maupun horizontal agar dapat dipahami dan diapresiasi dengan baik, sehingga UP2K-PKK mendapat perhatian secara proporsional dari berbagai pihak yang mempunyai concern terhadap pengembangan usaha kecil. Terlebih pada program UP2K-PKK pelibatan kaum perempuan diprioritaskan, sehingga akan dapat memberikan warna tersendiri dalam pengembangan ekonomi kerakyatan yang saat ini oleh pemerintah diberikan perhatian utama.
VI. PENUTUP
Upaya pemberdayaan dan peningkatan usaha kecil atau sector ekonomi kerakyatan melalui pendekatan program UP2K-PKK merupakan salah satu alternatif strategis untuk menopang perekonomian Nasional. Terlebih dalam program ini muatan peran perempuan sangat signifikan yang selama ini mayoritasnya termarjinalisasi dalam sector kehidupan sosial dan ekonomi. Sinergitas kaum perempuan dalam sector sosial dan ekonomi, pada akhirnya akan mampu menciptakan dinamisasi dan iklim kondusif dalam kerangka pemberdayaan usaha kecil.
Melihat tantangan ke depan terutama adanya liberalisasi perdagangan, maka diperlukan strategi dan model kegiatan UP2K-PKK yang tepat agar program ini dapat membumi. Strategi dimaksud meliputi 5 (lima) langkah pokok, yaitu peningkatan kemandirian melalui pendampingan, memantapkan kelembagaan, meningkatkan SDM, meningkatkan permodalan, dan kemitraan usaha. Strategi pengembangan UP2K-PKK ini tentunya harus ditopang oleh model kegiatan yang tepat untuk dilaksanakan. Hal ini tentunya harus mempertimbangkan factor kondisi lingkungan kehidupan secara universal Ibukota Jakarta, agar program yang dilaksanakan dapat dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Namun demikian program UP2K-PKK yang akan dilaksanakan paling tidak harus mengacu pada dua karakteristik utama, yaitu berskala usaha kecil dan bersifat pemenuhan kebutuhan pokok (necessities) masyarakat atau lingkungan setempat.
Melihat kegiatan sector informal di lingkungan Ibukota Jakarta yang sangat kompleks dan bersifat multidimensional, maka prospek pengembangan program UP2K-PKK di Ibukota Jakarta sangat cerah dan memungkinkan diangkat menjadi komoditas unggulan di sector ekonomi perkotaan. Oleh karena itu, selogyanya pemerintah memperhatikan dan mengapresiasi program UP2K-PKK ini dengan memberikan stimulan dan mengayominya. Juga di sisi lain warga masyarakat memberikan dukungan penuh berupa partisipasi aktif untuk pengembangan program ini ke depan.Tentunya hal ini dapat dicapai bila diadakan sosialisasi tentang program UP2K-PKK baik pada dataran vertical maupun horizontal, sehingga semua steckholder yang terkait dengan program ini dapat mengetahuinya dengan jelas dan tarnsparan.
DAFTAR ISI
Ginandjar Kartasasmita, “Pembangunan Untuk Rakyat Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan”, Jakarta : Pustaka Cidesindo, 1996
H.A.R. Tilaar, “Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi”, Jakarta: Gramedia, 1997
Yulfira Raharjo dan Ingrid Kolb-Hindarmanto, ”Social Safety Net Pengembangan, Konsep, dan Aplikasinya, Jakarta : Sabena Utama, 1998
Marwah Daud Ibrahim, “Teknologi Emansipasi dan Transendensi”, Bandung : Mizan, 1995
Fuad Amsyari, “Islam Kaafah, Tantangan Sosial dan Aplikasinya di Indonesia”, Surabaya : Bina Ilmu, 1995
Mohammad Jafar Hafsah, “Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi”, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999
Chris Maning dan Peter Van Diermen (ed.), “Indonesia di Tengah Transisi Aspek-Aspek Sosial Reformasi dan Krisis”, Yogyakarta: LkiS, 2000
Ferry D Latief, “Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Usaha Kecil-Mikro”, Makalah pada acara Lokakarya Regional Pengembangan Usaha Kecil-Mikro dalam P2KP, Bandung : KMP P2KP Regional Jawa Barat – DKI, 4 Juli 2001
[1] Dalam buku “Pembangunan Untuk Rakyat”, disebutkan bahwa peran wanita yang berwawasan jender dalam peningkatan penanggulangan kemiskinan adalah pelibatan secara maksimal peran aktif kaum wanita dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka mempercepat pemerataan pembangunandan hasil-hasilnya, tanpa harus meninggalkan peran kodrati kewanitaannya, serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Ginandjar Kartasasmita, “Pembangunan Untuk Rakyat Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan”, Jakarta : Pustaka Cidesindo, 1996, h. 209
[2] H.A.R. Tilaar, “Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi”, Jakarta : Gramedia, 1997, h. 214 - 217
[3] Yulfira Raharjo dan Ingrid Kolb-Hindarmanto, ”Social Safety Net Pengembangan, Konsep, dan Aplikasinya, Jakarta : Sabena Utama, 1998, h. 6
[5] Marwah Daud Ibrahim, “Teknologi Emansipasi dan Transendensi”, Bandung : Mizan, 1995, h.28 dan 78. Juga dapat dilihat pada Fuad Amsyari, “Islam Kaafah, Tantangan Sosial dan Aplikasinya di Indonesia”, Surabaya : Bina Ilmu, 1995, h. 231
[6] Mohammad Jafar Hafsah, “Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi”, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999Kemitraan Usaha, h. 156-159
[7] Chris Maning dan Peter Van Diermen (ed.), “Indonesia di Tengah Transisi Aspek-Aspek Sosial Reformasi dan Krisis”, Yogyakarta: LkiS, 2000, h. 229
[11] Dalam GBHN alenia pertama bidang ekonomi disebutkan, “mengembangkan system ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan, dan keberlanjutan, sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat”. Ferry D Latief, “Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Usaha Kecil-Mikro”, Makalah pada acara Lokakarya Regional Pengembangan Usaha Kecil-Mikro dalam P2KP, Bandung : KMP P2KP Regional Jawa Barat – DKI, 4 Juli 2001, 2.
[14] Dalam buku “Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strateg”idijelaskan bahwa jumlah usaha kecil dan koperasi di Indonesia diperkirakan lebih dari 38 juta pengusaha atau 99,8%. Mohammad Jafar Hafsah, Ibid., h. 36. Ini merupakan jumlah yang sangat fantastis dan sangat perlu mendapat dukungan atau perhatian prioritas dari pemerintah, ketimbang hanya memikirkan segelintir perusahaan --dalam hal ini salah satunya adalah perbankan-- yang hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu saja.
http://sonhaji-online.blogspot.com/2009/02/pemberdayaan-perempuan-dalam.html
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Media Pembelajaran
Tag :
Bisnis Online
0 Komentar untuk "PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN MELALUI PENINGKATAN KELEMBAGAAN PKK "