Oleh
Tazbhy
Saturday, March 29, 2014
Bagikan :
Novel ini bercerita tentang perjalanan seorang anak bernama Alif. Alif adalah anak desa yang ditinggal di Bayur , kampung kecil di dekat Danau Maninjau Padang, Sumatera Barat. Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah Ke SMA negeri diBukittinggi yang akan memuluskan langkahnya untuk kuliah dijurusan yang sesuai. Namun amaknya (ibunya alif) tidak setuju dengan keinginan alif untuk masuk SMA, ibunya ingin alif menjadi Buya Hamka dan melanjutkan sekolah ke pondok pesantren.
Sinopsis Novel Negeri 5 Menara
Novel ini bercerita tentang perjalanan seorang anak bernama Alif. Alif adalah anak desa yang ditinggal di Bayur , kampung kecil di dekat Danau Maninjau Padang, Sumatera Barat. Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah Ke SMA negeri diBukittinggi yang akan memuluskan langkahnya untuk kuliah dijurusan yang sesuai. Namun amaknya (ibunya alif) tidak setuju dengan keinginan alif untuk masuk SMA, ibunya ingin alif menjadi Buya Hamka dan melanjutkan sekolah ke pondok pesantren.
Karena alif tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, alif pun menjalankan keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya dikairo alif kecil pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur : PONDOK MADANI. Walaupun awalnya amak berat dengan keputusan Alif yang memilih pondok di Jawa bukan yang ada di dekat rumah mereka dengan pertimbangan Alif belum pernah menginjak tanah diluar ranah minang , namun akhirnya ibunya merestui keinginan Alif itu.
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-citanya yang ingin kuliah di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kaliamat bahasa Arab yang didengar Alif dihari pertama di PM (pondok madani) mampu mengubah pandangan alif bahwa pesantren adalah konservatif, kuno, ”kampungan” ternyata adalah salah besar, karena "mantera" sakti yang diberikan kiai Rais (pimpinan pondok) man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun mulai menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan Al-Qur'an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan PM pada murid yang apabila melakukan sedikit saja kesalahan dan tidak taat peraturan yang berakhir pada hukuman yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.
Tahun-tahun pertama Alif dan ke 5 temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM. Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus mempersiapkan mental dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM yang super padat dan ketat Alif dan ke 5 temannya setiap sore mempunyai kebiasaan unik. Menjelang Azan Maghrib berkumpul di bawah menara masjid sambil menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka kedepan. Di mata mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing.
Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga. Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika.
B. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang berasal dari dalam sastra itu sendiri, terdiri dari :
· Tema : Semangat meraih cita-cita
· Setting :
- Di langkan rumah, ketika Amak ingin mendiskusikan tentang sekolah Alif.
“Beberapa hari setelah euphoria kelulusan mulai kisut, Amak mengajakku duduk di langkan rumah.”
- Di kamar Alif, ketika Alif mogok bicara dan memeram diri.
“Di mana kemerdekaan anak yang baru belajar punya cita-cita? Kenapa masa depan harus diatur orangtua? Aku bertekad melawan keinginan Amak dengan gaya diam dan mogok di dalam kamar gelap. Keluar hanya untuk buang air dan mengambil sepiring nasi untuk dimakan di kamar lagi.”
- Di dalam Bus, ketika Ayah dan Alif berangkat dari Maninjau ke Pondok Madani.
“Kami naik bus ANS Full AC dan Video. Kami duduk di kursi berbahan beludru merah yang empuk di baris ketiga dari depan. Aku meminta duduk di depan jendela yang berkaca besar bus ini adalah kendaraan terbesar yang pernah aku naiki seumur hidup.”
- Aula Pondok Madani, ketika Alif melaksanakan ujian tulis masuk PM.
“Di hari H, ribuan calon siswa, termasuk aku, Dulmajid dan Raja berkumpul di aula untuk ujian tulis. Senjata kami hanya sebuah niat untuk belajar di PM, sebatang pulpen, dan sepotong doa dari para orangtua murid yang mengintip-ngintip kami dengan cemas dari sela-sela pintu dan jendela aula.”
- Asrama Al Barq, kamar Alif dan kawan-kawan selama di PM
“Seisi kamar sudah berkumpul duduk di tengah ruangan yang kosong. Semua tas dan koper kami singkirkan ke pinggir dinding. Kami sibuk membicarakan aturan yang nanti akan dibacakan.”
- Di bawah menara masjid, tempat Sahibul menara berkumpul.
“Kini di bawah menara PM, imajinasiku kembali melihat awan-awan in menjelma menjadi peta dunia. Tepatnya menjadi daratan yang didatangi Columbus sekitar 500 silam: Benua Amerika.”
- Di apartemen Raja
“Malam itu kami menginap di apartemen Raja di dekat Stadion Wembley, stadion kebanggaan tim sepak bola nasional Inggris”
· Tokoh:
Tokoh sentral:
- Aku/Alif
- Amak
- Ayah
- Atang
- Dulmajid
- Raja
- Baso
- Said
Tokoh andalan
- Randai
- Kiai Rais
Tokoh tambahan
- Pak Etek Gindo
- Ustad Salman
- Tyson
· Perwatakan:
- Aku/Alif : Baik, rajin, pintar, penurut kepada orangtua terutama pada Ibunya.
§ “ Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena nilai ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.”
§ “Nilaiku adalah tiket untuk mendaftarke SMA terbaik di Bukittinggi. Tiga tahun aku turuti perintah Amak belajar di madrasah tsanawiyah,”
§ “Kekesalan karena cita-citaku ditentang Amak ini berbenturan dengan rasa tidak tega melawan kehendak beliau.”
- Amak : Baik, lembut, penuh kasih sayang, Suak tersenyum kepada siapapun.
§ “Amakku seorang perempuan berbadan kurus dan mungil. Wajahnya sekurus badannya, dengan sepasang mata yang bersihyang dinaungi alis tebal. Mukanya selalu mengibarkan senyum ke siapa saja.”
§ “Kasih sayang Amak tak terperikan kepadaku dan adik-adik. Walau sibukmengoreksi tugas kelasnya, beliau selalu menyediakan waktu, membaca buku, mendengar deloteh kami dan menemani belajar.”
- Ayah : Tenang dan penyayang
§ “Ayah berperawakan kecil tapi liat denganbahu kokoh. Rambut hitamnya senantiasa mengkilat diminyaki dan disisir ke samping lalu ujungnya dibelokkan ke belakang. Bentuk rahangnya tegas dan dahi melebar karena rambut bagian depannya terus menipis. Matanya tenang dan penyayang.”
- Atang : Baik, polos, dan lucu.
§ “Buru-buru kemudian dia menambahkan, “Saya dari bandung. Urang sunda,” katanya kali ini nyengir.”
- Dulmajid : jujur, dan setia kawan
§ “Animo belajarnya maut. Di kemudian hari, aku menyadari dia orang paling jujur, paling keras, tapi juga paling setia kawan yang aku kenal.”
- Said : Dewasa, dan kuat.
§ “Tidak salah kalau dia paling dewasa di antara kami. Karana itu kami secara aklamasi memilihnya jadi ketua kelas.
- Baso : Rajin membaca buku, menghafal Al-Qur,an.
§ “Hampir setiap waktu kami melihat Baso membaca buku pelajaran danAl-Quran dengan sungguh-sungguh.”
§ “Tapi dia tetap saja menghabiskan waktu untuk belajar-mengaji-shalat, lalu belajar-mengaji-shalat.”
- Raja : Rajin membaca, terutama kamus Bahasa Inggris.
§ “Mulai hari ini aku akanmembaca kamus ini halaman perhalaman,” kata Raja sambil mengepalkan tangan.”
- Randai : Sahabat Alif yang pintar, kaya, 97
§ “Kawanku yang beralis tebal dan berbadan ramping tinggi ini adalah anak saudagar kaya yang tinggal di kampungkku.”
§ “Aku selalu menyimpan iri dalam hal kepandaian matematika dan ilmu alam.”
- Kiai Rais : Berwibawa
§ “Dia mendehem tiga kali di depan mik. Tiba-tiba suara tawon tadi langsung diam dan senyap, murid-murid yang duduk di belakang tampak meninggikan lehernya untuk lebih jelas melihat ke depan. Penampilan laki-laki ini boleh bersahaja, tapi aura wibawa yang membuat dia terlihat lebih besar dari fisiknya.”
- Pak Etek Gindo : Baik
§ “Aku membaca surat dari Pak Etek Gindo dengan penerangan sinar matahari yang menyelinap dari sela-sela didinding kayu. Dia mendoakan aku lulus dengan baik dan memberi sebuah usul”
- Ustad Salman : Enerjik, ramah, dan gesit
§ “Tapi kami tahu, mata laki-laki kurus yang enerjik ini tidak dimuati aura jahat.”
§ “Tiba-tiba dari balik tembok, muncul laki-laki muda berwajah ramah menyapa dengan nyaring,”
- Tyson : Disiplin, kuat, dan Tegas
§ “Begitu ada pelanggaran ketertiban di sudut PM mana pun, dia melesat dengan sepedanya ke tempat kejadian dan langsung menegakkan hokum di tempat, saat itu juga,seperti layaknya super hero.”
· Sudut pandang
- Sudut pandang orang pertama (first person point of view)
Dalam pengisahan cerita di novel ini mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, penulis adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca.
“Aku tidak kuat menahan malu kalau harus pulang lagi. Sudah aku umumkan keputusan ini ke segenap kawan dan handai tolan. Bujukan mereka agar tetap tinggal di kampong telah kukalahkan dengan argument berbahasa Arab yang terdengar gagah, “uthlubul ilma walau bishsin.”, artinya tuntutlah ilmu, bahkan walau sampai ke negeri sejauh Cina”.”
· Alur
Alur yang digunakan adalah alur maju-mundur. Karena ada bagian dimana tokoh aku mengenang masa lalunya kemudian kembali lagi ke masa sekarang.
“ Aku segera menuju tempat penerimaan tamu. Sudah setahun aku tidak bertemu Ayah. Dalam penglihatanku, wajahnya tidak banyak berubah, tapi ubannya makin menyeruak, khususnya dikedua sisi kepala yang berambut tipis. Lebih jauh lagi, bahkan uban sekarang telah menjajah sampai ke kumis dan cambangnya. Wajahnya tampak letih setelah perjalanan lintas Jawa dan Sumatera.”
“Aku cium tangan beliau dan duduk di sampingnya, agak lesu. Ayah hanya tertawa tanpa bunyi dan berkata, “Di kampung lagi musim durian”. Lalu apa hubungannya dengan kedatangan beliau? Tidak ada. Aku tahu betul, kalau Ayah berbicara di luar konteks, berarti dia sedang gelisah dan mencari cara untuk mulai pembicaraan.”
(Alur maju, menceritakan hal yang dilakukan tokoh Aku dari menuju ke tempat penerimaan tamu, hingga bertemu sang Ayah dan mencium tangannya.)
“Tapi urusan durian adalah salah satu tali penghubung antara kami berdua. Sejak kecil aku dan Ayah selalu menyambut musim durian dengan seluruh jiwa raga. Kami, dua laki-laki di keluarga, adalah pecinta durian. Berdua saja kami bisa menghabiskan belasan buah. Bukan Cuma membeli durian di pinggir jalan, kami berburubuah yang nikmat ini ke hutan di Bukut Barisan.”
(Alur mundur, menceritakan pengalaman tokoh Aku dan Ayahnya di masa lalu.)
“Kami pindah duduk ke kantin. Sambil pelan-pelan menyeruput kopi kental, akhirnya Ayah tidak lagi berbicara tentang durian.”
(Alur maju, menceritakan masa sekarang. Bukan lagi masa lalu tokoh Aku dan Ayahnya.)
· Amanat
Amanat yang terkandung adalah dimana ada usaha disitu ada jalan. Dan ikhlaslah dalam menjalani apapun yang ada dikehidupan kita, niscaya usaha dan keikhlasan hati akan diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membentuk karya sastra yang berasal dari luar karya sastra itu sendiri.
· Identitas Novel
- Judul Novel : Negeri 5 Menara
- Penulis : A. Fuadi
- Tebal Buku : 420 hlm.
- Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
- Tahun Terbit : 2009
· Nilai-Nilai Yang Terkandung
- Nilai Moral
Nilai moral yang dapat kita ambil adalah
§ Harus menuruti nasihat/anjuran orangtua kita karena apabila menjalani pilihan orang tua dengan ikhlas dan sepenuh hati maka semua akan berakhir indah dan kebahagian untuk kita.
- Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan terlihat pada sifat Amak yang memperhatikan sekolah anaknya. Dia ingin anaknya mendapat pendidikan yang baik.
§ “Jadi Amak minta dengan sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk madrasah aliyah.”
- Nilai Perjuangan
Nilai perjuangan dangat terlihat pada saat Alif dan teman-temannya belajar untuk persiapan Ujian. Mereka belajar sampai larut malam di Kamp Konsentrasi demi nilai yang mereka harapkan.
“Saajtahidu fauqa mustawa al-akhar” aku akan berjuang dengan usaha di atas rata-rata orang lain.
- Nilai Religius
Nilai Religius sangat kental di novel ini dan dapat ditemukan di hamper setiap halaman. Salah satunya adalah terlihat disalah satu nasihat Amak kepada Alif.
“Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas seperti Buya Hamka ynag sekampung dengan kita itu. Melakukan amal makruh nahi munkar, mengajak orang kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.”
- Nilai adat istiadat
Nilai adat istiadat terlihat pada saat supir bus menyetel Rapek Mancik yang sangat terkenal di masyarakat minang.
“Begitu dia melihat banyak penumpang yang lesu dan teller, dia memuter kaset. Bunyi Talempong membahana. Kaset ini berisi komedi local yang sangat terkenal di masyarakat Minang.
- Nilai Budaya
Nilai budaya terlihat pada keberagaman para sahibul menara yang berbeda latar belakang budaya.
“Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi.”
- Nilai Sosial
Terlihat di Pondok Madani dimana semua orang yang ada di sana sangat dekat seperti saudara.
“Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat.”
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Media Pembelajaran
Tag :
Berita
0 Komentar untuk "Sinopsis Novel Negeri 5 Menara, Baca Novelnya"